Dengannya Aku Tahu

Tiga belas tahun yang lalu, aku adalah seorang murid dari salah seorang guru yang hingga kini tetap memberi ilmu dan pelajaran yang berharga untukku. Sejak kecil beliau sudah hadir dalam lingkunganku menjadi seorang pengajar Alquran. Yang aku tahu hanyalah membaca Alquran tidak lebih apalagi masuk dalam ranah mentadaburi. Aku beserta anak-anak lainnya diajari mengaji didampingi oleh istri tercinta yang kami biasa memanggilnya Ibu.
Aku akrab memanggilnya Pak guru. Beliau sempat jadi sorotan pada masa itu di desaku. Dengan lembut dan sabar beliau bertahan di atas kebenaran dan sunnah yang dijalankan. Banyak yang bilang, kelak kami akan menyimpang dari agama disebabkan mengikuti apa yang didakwahkan oleh beliau. Nyatanya sampai dengan saat ini berubah menjadi teroris pun tidak.
Aku adalah anak yang ketika diajarkan sesuatu akan menganalisa kebenarannya bahkan jika ditanamkan hal positif akan segera menyimpan kedalam memori jangka panjang sehingga doktrin-doktrin negatif yang pernah aku dapati dulu mulai bergeser ke memori temporal. Aku ingat betul, saat guruku tidak pernah melakukan ritual-ritual bid’ah seperti menghadiri tahlilan dan peringatan-peringatan yang tidak ada tuntunannya dari Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Beliau tidak mengajarkan itu kepadaku, hanya saja aku terlalu jauh meneladani sifat-sifat beliau.
Perlahan suasana mulai terungkap. Dalam lingkungan keluarga, anak umur 9 tahun seperti aku mulai dilabeli “Muhammadiyah Keras”. Aku tidak tahu label itu, yang aku tahu aku benar. Ketika sakit, aku tidak mau sama sekali diajak ke dukun. Ketika ujian sekolah, ayahku memberiku air yang sudah didoa, akupun tidak meminumnya. Yang aku tahu Allah adalah segalanya. Ketika aku diajak ke acara kematian, aku tidak makan-makanan itu. Yang aku tahu, Pak guruku tidak demikian, dan aku mengikutinya karena aku sering melihat beliau shalat berjamaah di masjid, tepat pada waktunya dan sopan kepada sesama. Itu anggapanku dulu. Jauh sebelum aku mendalami ilmu-ilmu lainnya. Sebelum aku tahu bahwa syarat diterimanya ibadah adalah ikhlas dan ittiba’. Maka mulai saat itu, keluargaku sudah mengenali prinsip dan tidak pernah mengganggu gugat bahkan menyalahkan orang yang telah mengajariku. Kemarin sempat direncanakan oleh ayahku akan diusir dari rumah jika yang mengurusi pernikahanku nanti adalah beliau Pak guru. Ayahku marah karena dalam pernikahan sepupuku yang pernah dibuat oleh Pak guru tidak menggunakan adat dan meninggalkan perkara-perkara yang bersifat mubazir dan tidak sesuai sunnah. Tetapi oleh Allah yang Maha Pengasih dengan rencananya yang begitu misteri, perkataan Ayah berubah menjadi cinta. Bahkan dengan terang Ayahku pernah mengatakan kepadanya “Kalau Bukan karena aku menyayangimu” merupakan ungkapan yang diperdengarkan langsung dihadapan beliau. Sungguh benar Islam menganjurkan untuk berlemah lembut kepada siapapun, sekalipun dia keras. Selama statusnya adalah manusia maka Insya Allah ada titik kebaikan yang menuntut hatinya lunak.
Allah mensifati beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan sifat lemah lembut dan penyayang. Allah ta’ala berfirman,“Maka disebabkan rahmat dari Allah lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka, sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu.” (Qs. Ali Imran: 159).
Perlu dibedakan antara berlaku lemah lembut dengan tujuan membuat orang tertarik dan berlaku lembah lembut dengan maksud menjilat. Yang pertama ini dikenal dengan mudaroh yaitu berlaku lemah lembut agar membuat orang lain tertarik dan tidak menjauh dari kita. Yang kedua dikenal dengan mudahanah yaitu berlaku lemah lembut dalam rangka menjilat dengan mengorbankan agama. Sikap yang kedua ini adalah sikap tercela sebagaimana yang Allah firmankan,
وَدُّوا لَوْ تُدْهِنُ فَيُدْهِنُونَ
“Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak lalu mereka bersikap lunak (pula kepadamu).” (QS. Al Qalam: 9). (Tuasikal, 2010, Lemah Lembutlah dalam Bertutur Kata, https://rumaysho.com/782-lemah-lembutlah-dalam-bertutur-kata.html, diakses tanggal 12 Oktober 2017)
Ayah dan ibuku semoga Allah menjaganya adalah bagian dari yang menyaksikan pemahamanku. Mereka berdua menghargai pemahaman seorang anak usia 9 tahun pada masa itu dengan tidak membentak bahkan mencaci karena begitu kerasnya aku bertahan melawan pemahaman-pemahaman yang tidak sesuai. Ayahku benar-benar memurnikan adat, ibuku pun demikian. Jangan tanyakan sunnah kepada mereka, karena hal itu masih jauh. Namun kecintaan mereka tidak akan pernah bisa dilukiskan. Doa masih tetap meng-angkasa untuk ibu dan ayah karena cita bersama ingin ke JannahNya mencurahkan kembali rindu yang belum terungkap. Harapannya yaitu menjadi Islam secara sempurna tanpa ada modifikasi didalamnya.
Seiring berjalannya waktu, sampailah pada tahap aku harus benar-benar memperbaiki pemahaman. Tidak mencampuradukan antara yang haq dan yang batil dan berhati-hati atas perkara yang tidak diketahui. Tahun 2012 menjadi bagian dari peristiwa aku mulai menutup aurat secara perlahan walau hanya dengan ukuran jilbab sederhana. Saat duduk di bangku kuliah, aku sempat singgah disebuah kelompok. Di dalamnya aku diajarkan arti persaudaraan, bagaimana menjaga puasa sunnah senin-kamis, menghidupkan sunnah Tahajud dan Duha, dan ilmu-ilmu dasar lainnya. Aku sempat beberapa bulan, tetapi kembali kepada fitrah manusia yang selalu menganalisa segala kehidupan.
Saudaraku, aku tidak sedang membahas siapa yang paling lurus, tidak. Aku tidak punya keahlian dibidang itu. Jalan yang kutempuh begitu luas saat diberi kebebasan untuk berjalan diatasnya. Aku menuliskan ini dalam keadaan tetap terjaga agar tidak disertai dengan benci dan gemetar oleh jari. Aku berusaha menyatukan antara jari dan hati. Aku pengembara yang kadang masih berpindah arah namun tetap menulis dengan tekanan darah yang rendah. Aku bertemu beberapa aktor dalam adegan yang aku sendiri adalah pelakunya, Aku tetap bertahan. Bertahan dalam iman dan cinta akan saudara. Aku belum khatam Sirah Nabawi, tetapi aku pernah mendengar dari beberapa orang yang diberi ilmu oleh Allah tentang akhlak Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam adalah mulia tak terhingga. Salahkah jika aku berdoa meniru secuil akhlak manusia yang sudah dijamin surga? Aku rasa bebas untuk lakukan itu. Aku mendapati keilmuan mereka yang tinggi, kokoh dalam berprinsip, walau begitu perlu kehati-hatian dalam menjaga akidah, tidak juga lembek tetapi tegas walau ada yang tersakiti asal keimanan tidak tergadai. Aku mencintai saudara yang menyembah Allah dan mengikuti Sunnah Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam. Tetapi jika masuk diranah prinsip, maka jangan sekali-sekali sentuh ruang itu. Aku tidak akan membanggakan setiap hamparan, karena tujuan menuntut ilmu bukan itu. Bahkan sejak aku menuliskan ini, aku sama sekali tidak berbangga diri.
Perlahan mulai dijalani, saat aku berpindah dan meninggalkan sahabat yang dulu, aku tidak mendapati hal yang sama. Sunnah terlihat, tetapi rutinitas seperti kekompakkan dan rasa saling mengunjungi tak kunjung aku temui. Sempat dinding-dinding media sosialku dipenuhi dengan hujatan dan tahdzir. Seorang aku yang fakir ilmu tidak mengerti hal itu, tetapi satu tidak pernah berhenti dari rutinitasku yakni dikaruniai hati yang lembut agar mudah dibujuk menuju jalan yang lurus. Saat masih berkeliaran dan bertebaran di hamparan yang pernah terlewat aku temui hamparan gersang dan panas, ada pula hamparan teduh dan nyaman. Aku sempat beberapa kali singgah di dalamnya. Mengerutkan kening pertanda nalar berjalan menggapai asa. Mungkin sebuah kesalahan ketika aku pernah menceritakan beberapa kejengkelan di dalam ruang itu dengan tujuan agar diberi jalan kemana harus berlabuh. Aku benar-benar mencari tahu, dipuncak pencarian, aku sempat goyah dan ingin berhenti sambil mengencangkan doa agar dikarunian hati yang lembut.
Aku berjalan di atasnya seperti dalam keadaan pincang. Aku berusaha mencintainya tetapi hati menolak dan membisikkan kata belajarlah belajarlah dan belajarlah! Dengan pertolongan Allah Jalla Jalaluh, guruku yang dulunya adalah bagian dari cerita hidupku menghubungiku jika ada kajian sunnah yang diadakan oleh Wahdah Islamiyah. Aku bangga karena sejak kecil beliau tidak memperkenalkan diri bahwa beliau belajar di Wahdah Islamiah tetapi beliau memproklamirkan diri adalah hamba Allah yang belajar bertahan diatas tauhid yang murni berdasarkan Alquran dan hadits. Aku pun menghadiri kajian itu tanpa ada paksaan dari siapapun. Aku diajak tarbiyah oleh salah seorang akhawat yang bertemu pada kesempatan itu dengan catatan aku masih mencari yang cocok, pindah ke tempat yang satu kemudian ke tempat yang lain. Pertemuan pertama tarbiyah aku didoktrin oleh mereka agar menuntut ilmu jangan kesana kemari, harus pilih satu guru. Pendapatku saat itu yakni mengapa harus berkelompok seperti ini? Mengapa mereka tidak bergabung dengan temanku yang dikelompok tadi? Mengapa mereka melarangku untuk kesana kemari padahal aku hanya belajar. Mengapa Islam berkotak-berkotak?
Berdasarkan kejadian tersebut, aku tidak lagi menghadiri tarbiyah, hanya ikut taklim saja. Lalu perlahan aku mencoba masuk ke kelompok yang mana aku sempat menghadiri beberapa kali dan yang aku temui adalah kerasnya hati, ingin memberontak kepada pemimpin, merasa takut karena berada dalam negeri yang menganut paham demokrasi. Namun dengan pertolongan Allah, hatiku kembali dibuka dan aku meninggalkan tempat itu tanpa mencela oknum didalamnya.
Wahdah Islamiyah yang dulu aku kenal ekstrim tenyata tidaklah sesuai setelah aku masuk ke dalamnya. Yang sekali mencoba, hasrat untuk bersama mereka di dalamnya menggelora. Menggelora bukan karena syubhat tetapi tali persudaraan yang semakin erat. Bekerja sama dalam dakwah menjadikan kita kuat menghadapi musuh-musuh yang sementara menyusun siasat. Ternyata mengenali tidak hanya bermodal argumen yang tak bersumber, cobalah bertanya kebenarannya, maka akan ditemui jawaban bahwa perjuangan mereka tidak hanya duduk, diam, terima ilmu, lalu mencela, bahkan ada yang rela walau hanya mengumpulkan sampah-sampah usai kajian asalkan terhitung sebagai salah seorang yang terlibat dalam menolong agama Allah. Masya Allah tabarakallah. Andai ditemui ada beberapa oknum melakukan kesalahan, wajar sebagai manusia yang tak luput dari salah. Bayangkan jika mansuia tidak pernah melakukan kesalahan, tentu Allah akan menciptakan makhluk yang berdosa dan nantinya bertaubat mengharap ampunan Allah dalam setiap rintihannya.
Aku tidak pernah ragu atas perjuangan Wahdah Islamiyah, hanya saja ada beberapa kasus yang membuat hatiku ragu saat itu. Kembali ke guruku, dengan sabarnya beliau menjelaskan, akupun mengiyakan dengan penuh kejujuran. Pernah aku ditawari untuk keluar, kucoba menjauh beberapa bulan, yang aku temui suasana berbeda. Ada sesuatu yang tidak biasa. Kebersamaan dan kekompakkan dalam kebaikan tidaklah terlihat. Sekali lagi tidak untuk menjadikan islam itu berkotak-kotak hanya lebih kepada bahwa untuk menghadapi musuh perlu pertahanan dan kekompakan. “Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.”( QS. As-shof;4).
Dalam Al Qur’an ada satu surah namanya Ash Shaf artinya barisan yang kokoh. Dalam shalat berjamaah disyaratkan barisan shaf harus lurus. Karena ketidak lurusan shaf akan menyebabkan hati bercerai-berai. Dalam ayat di atas kita temukan kata shaffa yang artinya barisan pasukan umat Islam harus lurus dan kokoh, ka’annahum bunyaanun marshush (mereka seperti bangunan yang kuat, tidak tergoyahkan). (Faishol, 2008, Barisan Dakwah Harus Solid, https://www.dakwatuna.com/2008/05/07/592/barisan-dakwah-harus-solid/#ixzz4vJsBss9h. diakses tanggal 12 oktober 2017).
Dan kini aku tahu, bahwa islam itu indah, tidak hanya belajar agama tetapi bagaimana hubungan dengan manusia, membentuk pertahanan tetapi tidak untuk fanatik golongan. Berdasarkan misinya bahwa Wahdah Islamiyah ingin menegakkan syiar Islam dan menyebarkan pemahaman Islam yang benar, membangun persatuan umat dan ukhuwah Islamiyah yang dilandasi semangat ta’awun (kerjasama) dan tanashuh (saling menasehati), mewujudkan institusi/lembaga pendidikan dan ekonomi yang Islami dan berkualitas membentuk generasi Islam yang Rabbani dan menjadi pelopor dalam berbagai bidang kehidupan (Wahdah, 2017, Visi Misi, http://wahdah.or.id/visi-misi-57/.diakses tanggal 12 oktober 2017). Bagaimana jika diluar sana masih banyak yang beranggapan bahwa ormas ini adalah sesat dan tidak sesuai dengan manhaj salaf? Tenanglah! Ada Allah yang tidak pernah salah perhitungannya. Hanya persoalan berorganisasi dengan tidak, lalu menganggap yang lainnya menyimpang? Membuat organisasi adalah perkara muamalah, dan muamalah itu hukum asalnya mubah dan tentu saja membuat organisasi untuk dakwah dan menolong Islam adalah bentuk saling tolong-menolong dalam kebaikan. Allah Ta’ala berfirman“tolong-menolonglah dalam kebaikan dan taqwa, dan janganlah tolong-menolong dalam dosa dan permusuhan” (QS. Al Maidah:2. (Purnama, 2014, Hukum Berorganisasi dan Taat pada Pemimpin Organisasi, https://muslim.or.id/21379-hukum-organisasi-dan-taat-pada-pimpinan-organisasi.html. diakses tanggal 12 oktober 2017).
Aku berlindung dari hati yang keras dan bermohon akan ilmu yang bermanfaat. Seperti yang dikatakan oleh Ibnu Qayyim dalam bukunya Tamasya ke Surga “Mereka menjauhi penyeru bid’ah, menyibukkan diri dengan membaca Alquran, menulis atsar, mempelajari fiqh dengan tawadhu, tenang, akhlak mulai, memberikan yang terbaik, berhenti dari sikap usil, meninggalkan ghibah dan mengadu domba, menyeleksi makanan dan minuman yang mereka konsumsi”
Kini, dengannya aku tahu, bahwa tarbiyah itu perlu agar lebih teratur dan terkoordinir. Orang yang tarbiyah pastinya selalu diperhatikan, dikontrol dan diingatkan “Watawa Shaubil haq watawa shaubishs shabr”. Sekalipun ada banyak yang mencela tarbiyah ini, tidak masalah dan tidak mengurangi rasa semangat untuk tetap berada dalam kebaikan. Aku pernah tidak setuju dulu, lalu aku mundur dan tidak mendapati sesuatu yang mulus, aku maju dan kembali bergabung. Jauh dari jama’ah itu mudah diterkam dan mudah tumbang. Kini anggapan negatif tentang Wahdah Islamiyah terhapuskan setelah masuk kedalamnya. Dengannya aku tahu, bahwa yang dikhawatirkan akan membawa bibit teroris terjawab ketika aku mulai mengenali. Dengannya aku tahu, bahwa antara ngaku-ngaku salaf dan orang-orang yang benar berusaha meneladani walau tidak sampai menyamai. Dengannya aku tahu, bahwa bermanhaj yang benar bukan hanya sebagai label belaka agar terlihat lebih sunnah lalu menjatuhkan yang lainnya tetapi lebih kepada usaha bahwa untuk beribadah haruslah ittiba’dan ikhlas. Jalan menuju surga diliputi dengan segala hal yang tidak menyenangkan dan jalan menuju neraka diliputi dengan syahwat.” (HR bukhari Muslim). Ini hanya ormas, bukan agama baru ataupun ibadah baru. Seyogianya kita bisa membedakan masalah itu.

Gorontalo, 22 Muharam 1439 Hijriah
Mariana Maharuju 

Daftar Rujukan
Wahdah. Online. 2017. Visi Misi. http://wahdah.or.id/visi-misi-57/.
Diakses tanggal 12 oktober 2017
Ibnu Qayyim. 2011. Tamasya ke Surga. Darul Falah: Bekasi
Purnama, Yuliana. Online. 2014. Hukum Organisasi dan Taat pada Pemimpin.
Faisho, Amir. Online. 2008. Barisan Dakwah Harus Solid.
Tuasikal, Abdullah. Online. 2010. Lemah Lembutlah dalam Bertutur Kata.





Komentar

  1. MasyaAllah semoga bisa istiqomah d jln dakwah 😊

    BalasHapus
  2. So sapa itu yg mencela tarbiyah kah?? Bagus mo goso rica dp mulu.

    BalasHapus

Posting Komentar